Eiesha sedang asyik memasak di dapur untuk keluarganya saat tiba-tiba ibu tirinya menepuk bahunya berkali-kali dengan penuh semangat. Dia hanya bisa menghela nafas, karena dia anak dari perkawinan tidak sah dan katanya bisa membawa sial untuk keluarga, jadi semua anggota keluarganya mulai memperlakukannya layaknya sampah. Dia bahkan tidak menoleh pada wanita yang berdiri di sampingnya dan hanya berkata. "Tunggulah, makanan akan segera ku siapkan." Biasanya ibu tirinya ini akan memakinya kalau dia bersikap kurang ajar seperti ini, tetapi kali ini tanggapan yang dia berikan sungguh berbeda. Perlahan dia memutar tubuh Eiesha sampai menghadapnya dan menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya. "Kamu cukup cantik. Sayang, ku rasa dia sudah siap!" Eiesha hanya bisa mengerutkan keningnya melihat perilaku ibu tirinya yang aneh, biasanya dia akan mengutuknya dan mengatakan dia tampak seperti p*lacur, dan hal-hal buruk lainnya. "Ada apa ini?" Suaranya penuh keingintahuan, dia benar-benar tidak mengerti kenapa ibunya bersikap seperti ini.
Tanpa persetujuannya, dia ditarik ke ruang tamu dan duduk bersamaan dengan kedua orang tuanya. Ini adalah pertama kalinya dia duduk disini, semenjak ibu kandungnya meninggal. Ayahnya sendiri pun memperlakukannya seperti seorang pembantu. Kedua orang tuanya menatapnya dengan senyum lembut yang biasanya tidak pernah dia terima. Tetapi, bukannya bahagia dia malah merinding. Ayahnya menggenggam tangan kecil Eiesha yang langsung dihempaskan oleh Eiesha. Wajahnya tampak sedikit marah, tetapi dia berhasil menahannya. "Eiesha, apakah kamu sudah membaca berita?" Eiesha memutar bola matanya, bagaimana sempat dia membaca berita kalau dia saja diperlakukan seperti budak di rumah ini. Dia belum sempat menjawab saat adik tirinya Lana turun dari lantai atas dan duduk di samping ayahnya sambil bersandar manja. "Ayah, dia kan malas. Mana sempat dia meningkatkan literasi dengan membaca. Bagaimana kalau aku membacakan beritanya jadi semua orang bisa dengar?"
Mendengar suaranya yang centil, Eiesha menggertakan giginya, dia ingin sekali memukuli adik tirinya itu sampai mati. Tetapi, lain dengannya, ayahnya justru tersenyum bangga sembari mengusap kepalanya lembut. "Tentu saja, putri ayah yang paling cantik."
Dengan gayanya yang anggun, Lana membuka koran di meja dan membaca sebuah berita.
"Berita Utama: Keluarga Sugiono mencari pengantin ke-5 untuk menjadi istri Reza Sugiono, pewaris terbesar Keluarga Sugiono. Berdasarkan informasi dari Melinda Sugiono, Reza harus menikahi perempuan dengan marga tertentu untuk menghindari perceraian untuk yang kesekian kalinya. Kami juga menyiapkan total hadiah 5 Miliar Rupiah bagi pemenang. Maka dari itu, kami mengundang para gadis dari seluruh penjuru Kota Bintari untuk datang ke Pesta Kencan Buta ini. Berikut daftar marga yang bisa mendaftar…"
Eiesha mengerutkan keningnya tidak mengerti kenapa dia harus mendengarkan berita ini. Orang tuanya yang biasanya tidak peduli padanya juga tampak sangat berseri-seri saat memandangnya. Yang dia tahu Reza Sugiono adalah psikopat gila yang sudah kawin cerai empat kali karena rumor berkata dia sakit jiwa dan kasar. Jadi, tidak ada yang bertahan dengannya lebih dari dua bulan. Maka dari itu keluarganya selalu mengadakan sayembara seperti ini dan nominal uang yang ditawarkan juga meningkat 1 miliar sesuai dengan pengantin keberapa yang mereka cari.
"... dan yang terakhir Keluarga Antara." Semua orang kecuali Eiesha memekik bahagia saat Lana selesai membaca beritanya. Melihat ekspresi mereka, Eiesha tersenyum kecut, dia sudah tahu apa yang akan mereka katakan selanjutnya tetapi dia memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu. "Eiesha, kamu dengar sendiri, kan? Keluarga Antara masuk dalam daftar. Ku harap kamu mengerti apa yang harus kamu lakukan?" Kilatan licik dan serakah kembali tampak di mata ibu tirinya, Diandra Karta. Eiesha tidak menjawab apapun. Dia masih berharap kalau kali ini Ayahnya akan membelanya dan tidak terjerat trik kotor Diandra dan Lana. "Benar Eiesha, kamu tahu kan usaha ayah sedang di ambang kebangkrutan. Kalau kamu jadi istrinya, ayah bisa membangkitkan usaha."
Eiesha hanya bisa membuang napas berat, memang tidak ada gunanya dia mengharapkan hal semacam ini pada ayahnya. Dia tidak dijual pun harusnya dia sudah bersyukur. Walaupun begitu, Eiesha tetap berusaha melawan. "Kenapa bukan Lana saja, kan dia juga sama-sama 24 tahun!"
Bukannya jawaban yang dia dapatkan melainkan pipinya malah di tampar keras oleh Diandra. "Berani-beraninya kamu. Aku tidak akan membiarkan Lana disiksa oleh lelaki biadab semacam Reza. Apa susahnya kamu tinggal bilang iya dan hidup bersama Reza paling lama dua bulan. Menurutmu dia tidak akan menceraikanmu?"
Eiesha memegang pipinya yang memerah. Dia bisa saja meledak dan membunuh semua orang saat ini juga. Tetapi, saat teringat mendiang ibunya dia tidak bisa melakukannya. Dia hanya menahan diri dan menunggu waktu yang tepat untuk membalas dendam. Lana yang selalu bersikap seperti peri yang polos tiba-tiba merengkuhnya dalam pelukan dan mengelus punggungnya. "Ibu, jangan kasar. Kakak kan hanya bertanya. Lagipula, dia kan kakakku, pasti dia mau. Mana mungkin dia membiarkan adiknya hidup dengan monster kan?" Setelah mengatakan itu, Eiesha mendorong tubuh Lana menjauh. Lana hanya tersenyum licik dan kembali duduk bersandar pada ayahnya. "Eiesha, ayah tahu kamu memang tidak begitu dekat dengan kami. Tapi paling tidak kamu bisa kan membantu ayahmu atas nama ibumu?"
Ayahnya kembali bersuara. Air mata mulai menggenang di mata Eiesha tetapi dia tidak akan membiarkannya jatuh. Dia tidak pernah mengerti, kenapa ibunya bisa jatuh cinta sedalam ini pada pria br*ngsek seperti ayahnya. Tetapi, mengingat perkataan ibunya kalau dia harus menjadi anak yang baik kepada ayahnya, Eiesha tidak bisa menolak. Mereka benar-benar tahu ibunya adalah kelemahan terbesarnya. "Cukup, aku akan datang!"