hotbuku

Let’s Read The World

Open APP
Asisten Pribadi CEO

Asisten Pribadi CEO

Author:Rossy Dildara

CEO | Updating

Introduction
Dinda Larasati, gadis cantik berusia 19 tahun yang diusir oleh sang Tante untuk pergi dari rumah. Ia memutuskan untuk pergi merantau ke Jakarta mencari pekerjaan. Niatnya ingin menjadi pelayan Cafe, ia justru ditawarkan menjadi Asisten Pribadi CEO. Apa pekerjaan jauh lebih mudah? Tapi bagaimana jika CEO-nya seorang gay? Akankah Dinda bisa merubah Andre Prawira menjadi pria sejati dan jatuh cinta padanya? Atau justru ia tak tahan dengan pekerjaannya? Yuk, ikuti kisahnya hanya di HotBuku.
Show All▼
Chapter

Dinda Larasati seorang gadis cantik berusia 19 tahun. Dia adalah gadis yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan mobil sewaktu dirinya berusia enam tahun. Di usia itu pula dia hidup bersama Leo dan Lidya, mereka adalah Om dan Tante Dinda, mereka juga punya anak bernama Mira seumuran dengan Dinda.

Leo bekerja di salah satu perusahaan, dia bekerja sebagai karyawan biasa. Kalau Lidya dia hanya ibu rumah tangga.

Hampir setahun sudah Dinda menyelesaikan pendidikan terakhirnya, tamatan SMA, tapi sampai sekarang dia belum berhasil untuk mendapatkan kerjaan. Leo sendiri tidak pernah memaksanya untuk bekerja, dia sudah menganggap Dinda anaknya sendiri. Tapi tidak dengan Lidya, dia tidak pernah suka dengan kehadiran Dinda di rumahnya.

Pagi hari, seperti biasa. Dinda bangun lebih awal untuk mencuci baju, mencuci piring, menyapu lantai dan mengerjakan semua pekerjaan rumah. Karena di rumah ini juga tidak ada pembantu, jadi semua pekerjaan Dinda yang kerjakan. Lidya dengan Mirna sendiri yang terang-terangan menyuruhnya, seolah menjadikan Dinda budak di rumah Omnya sendiri.

Dinda tidak pernah sekalipun membantahnya, dia merasa sangat senang mengerjakan semua. Itung-itung mengurangi beban hidupnya di rumah ini.

Setelah semua pekerjaan rumah selesai dia pergi untuk membeli empat bungkus nasi uduk dengan uang yang di kasih Omnya semalam, dia meletakkan bungkusan nasi uduk itu di atas meja makan.

Tidak lupa membuatkan kopi dan teh hangat untuk Om dan Tante.

"Pagi Dinda...." Sapa Leo dengan hangatnya, dia menuruni anak tangga dan duduk di meja makan.

"Pagi Om." Sahut Dinda yang ikut duduk di sebelahnya.

Tidak lama, Mira dan Lydia datang dan duduk. Tanpa sapaan seperti biasa, mereka pun sarapan bersama.

"Dinda, kamu tidak ada niat untuk cari kerja?"

Itu pertanyaan yang kerap kali Dinda dapatkan dari mulut Lidya, dia sudah sering melamar kerja tapi belum ada yang menerimanya, Dinda mengirim CV pada berbagai kantor dan PT. Tapi tidak ada yang menghubunginya, apa karena Dinda hanya lulusan SMA? Mungkin pihak kantor banyak yang mencari lulusan perguruan tinggi.

"Aku sudah coba cari Tante, tapi belum ada yang menerima ku." Sahutnya.

"Aih.... Kau cari sana di kota lain, merantau atau kemana kek. Kau pikir, rumah ini akan terus menampung mu!" Seru Lidya dengan ketus.

Lidya benar-benar tidak pernah suka akan kehadiran nya, sama halnya dengan Mira. Dia juga tersenyum miring. Seperti tengah meledek Dinda.

"Lidya apa yang kau katakan? Dinda itu keponakan kita, biarkan saja. Dia tidak kerja juga tak masalah." Ucap Leo yang membelanya, dia memang satu-satunya orang yang menyayangi Dinda di dunia ini.

Lidya mengangkat bokongnya, "Kau ini Mas... Selalu saja membela Dinda." Ucapnya malas dan berjalan masuk ke kamar.

Dia sepertinya marah, terlihat sekali dari wajahnya.

"Dinda, Mira. Papah berangkat kerja dulu ya." Pamit Leo bangun dari duduknya, Dinda mencium punggung tangan Leo dan di ikuti oleh Mira. Leo berjalan keluar rumah.

Dinda membereskan piring dan manaruh nya di westapel untuk sekalian dia cuci. Tapi tiba-tiba dia mendengar suara seseorang tengah membanting benda dengan keras.

Bruukkkkkk.......

"Dinda ke sini kamu!" Itu seperti suara Lidya, dia memanggil Dinda dengan nada tinggi. Dinda segera membilas busa sabun cuci piring di tangannya menggunakan air dan mengelapnya pada serbet.

Dinda buru-buru berlari kecil menghampiri Lidya. Dia sedang berdiri tepat di depan kamarnya dengan koper yang berada tepat di depannya.

"Pergi kau dari sini, aku sudah muak!" Teriak nya sambil mendorong koper itu menuju kaki Dinda. Sudah di pastikan bahwa Lidya mengusir keponakannya itu.

"Tante mengusirku?" Tanya Dinda ragu-ragu.

Lidya melipat kedua tangannya di depan dada. "Iya! Pergi kau dari sini. Kau hanya merepotkan!"

Dinda binggung menjawab apa, bibirnya seakan ikut terkunci. Tanpa menjawab Dinda langsung masuk ke dalam kamarnya mengambil ponsel di atas meja, mengambil dompet di dalam lemari kayu, dan meraih tas selempang lalu menaruh semua yang ia ambil tadi dan memasukkannya ke dalam tas.

Dinda mendorong koper itu dengan tangannya dan berjalan keluar rumah. Benar-benar menyedihkan. Dinda binggung harus kemana? Dia sendiri tidak punya siapapun selain Leo.

Dinda menyusuri area kompleks perumahan. Dan tiba-tiba deringan suara panggilan masuk di ponselnya.

Dengan cepat Dinda mengangkatnya.

"Halo Dinda sayang apa kabar?" Tanya pria di balik telepon.

Dia adalah pria tampan bernama Yuda Saputra pacar Dinda, dia berusia 24 tahun. Mereka berpacaran sudah hampir satu tahun, dan mereka berdua saling mencintai walau hanya hubungan jarak jauh. Bisa di katakan LDR'an

"Aku baik. Kak Yuda boleh aku minta tolong?"

"Ada apa sayang? Kau ada masalah?" Sahut Yuda.

"Aku di usir sama Tanteku, aku binggung harus kemana? Apa Kakak bisa carikan aku kossan?"

Hanya Yuda satu-satunya orang yang bisa menolongnya, Dinda juga tidak mau memberitahu Leo. Karena nanti Leo akan memarahi Lidya, hubungan mereka memang tidak baik. Mereka sering sekali bertengkar gara-gara Dinda, Dinda tidak mau menambah runyam hubungan antara suami-istri itu.

Yuda sendiri kerja di Jakarta dan tinggal di sana. Mungkin Dinda juga bisa sekalian dapat pekerjaan di sana.

"Kamu mau ke Jakarta? Oke nanti aku carikan kossan buatmu. Nanti aku kirim alamatnya Dinda, kamu hati-hati di jalan." Ucapnya dengan nada lembut, rasanya begitu lega. Dia benar-benar pria yang bisa di andalkan.

Dinda berjalan sampai ke depan jalan raya dan mengayunkan tangannya pada angkot yang lewat.

"Dinda....." Panggil seorang wanita di belakangnya, Dinda berbalik badan dan melihatnya. Dia adalah Ririn teman baik Dinda. Dia juga membawa koper, seperti hendak pergi jauh.

"Rin.... Kamu mau kemana?" Tanya Dinda.

"Aku ingin pergi ke Jakarta, saudaraku bilang ada lowongan di cafe."

Kebetulan sekali, Dinda bisa ikut dengannya kan? Mungkin saja Dinda bisa ikut melamar di sana.

Tit..... Tit.... Tit.

Sopir angkot mengklakson mobilnya, karena sedari tadi dia berhenti namun Dinda tak kunjung naik.

"Neng jadi naik nggak nih?" Tanya sopir angkot.

"Ayok Din, naik." Pinta Ririn. Dinda masuk ke dalam angkot bersama temannya.

Dinda duduk tepat di sebelahnya, "Dinda kamu mau kemana? Kok bawa koper juga?"

"Aku mau cari kerja di Jakarta, Rin."

"Ya sudah kamu ikut saja denganku, kita besok melamar kerja di sana. Bagaimana Din?" Padahal Dinda belum memintanya, tapi Ririn sudah menawarkannya. Dinda merasa benar-benar beruntung punya teman sebaik Ririn.

"Iya Rin. Kamu sudah cari kossan? Aku sudah telepon pacarku untuk mencarikan aku kossan. Kita bisa tinggal bareng."

"Bagus tuh, boleh deh."

Angkot itu berhenti di depan stasiun kereta. Mereka berjalan masuk kedalam dan mengantri untuk mendapatkan tiket, setelah mendapat tiket mereka menunggu, tapi jadwal kereta masih satu jam lagi.