hotbuku

Let’s Read The World

Open APP
Mafia Kejam

Mafia Kejam

Author:Rafika Damayanti

Mafia | Finished

Introduction
Namanya Anita, dia bekerja sebagai reporter pada perusahaan media massa. Suatu hari, wanita cantik dan perawakan sexy itu mendapatkan tugas menyelidiki kasus pembunuhan CEO perusahaan tambang batubara yang diduga dibunuh oleh sekelompok mafia bernama King Yakuza. King Yakuza sendiri merupakan sekumpulan orang yang melakukan kejahatan demi mendapatkan uang. Mereka terkenal kejam dan brutal. Misi yang diberikan klien pun dapat mereka tuntaskan tanpa cela sedikit pun. Hingga kasus meninggalnya seorang CEO tambang batubara, pihak berwajib pun kesulitan menemukan bukti. Bahwa King Yakuza adalah dalang dari semua ini. Agar bisa menangkap pembunuh sebenarnya, pihak kepolisian pun bekerja sama dengan reporter Indonesia untuk menyelidiki kasus tersebut. Kali ini Anita lah yang memegang tanggung jawab ini.
Show All▼
Chapter

Anita duduk di bangku kafe, dihadapan nya ada seorang wanita yang tampak seumuran dengannya. Diketahui orang tersebut adalah rekan reporternya.

"Gue udah cari tau, ketua mafia itu akan datang ke klub malam ini. Ini alamat klubnya." Wanita itu menyodorkan stiker note kepada Anita.

"Dan pastiin lo dateng tempat waktu, sekitar jam 8 malam."

Sambil mendengarkan perkataan Dina, Anita membaca alamat yang diberikan wanita itu kepadanya. "Klub Canadian?" Tanya Anita menaikan satu alisnya lalu memandang Dina.

"Iya. Klub itu ada di Jakarta Utara,  dan yang boleh masuk hanyalah orang yang memiliki member card." Jelas Dina santai, tak terpengaruh oleh tatapan Anita yang memandangnya dengan heran.

"Dan lo nyuruh gue buat dateng kesana? Sementara gue gak punya member card itu, GIRLS" Ucap Anita menekankan kata 'girls' diakhir kalimatnya agar wanita itu sadar atas apa yang diucapkannya barusan.

"Karena itu gue udah nyiapin member card itu, GIRLS!" Dina kembali mengulang kata 'girls' sembari menyodorkan Blue Card dari tasnya keatas meja untuk menunjukkan kepada Anita.

"Ohh ,maaf!" Kata Anita langsung menurunkan nada suaranya saat melihat blue card itu.

Dina mendesah. "Gue heran, kenapa direktur mempercayai misi ini ke reporter kayak Lo. Penampilan boleh oke, tapi otak juga dipake dong! Jangan cuma cantik muka tapi otak enggak di pake!" Cemooh Dina sinis.

Anita tidak terima. "Enak banget lo ngatain gue, kata siapa gue gak punya otak?" Tanya Anita menantang.

"Lo sendiri yang ngomong, gue gak ngerasa tuh." Dina terlihat santai.

"Emangnya gue sebodoh itu sampek enggak ngerti ucapan lo." Anita menatap tajam Dina.

"Kalo lo merasa, gue bisa apa?" Dina diam-diam tersenyum.

Anita menggeram kesal kala melihat Dina lagi-lagi mengejeknya. Dia tahu Dina itu adalah seniornya, namun sejak pertama kali bertemu hingga sekarang, entah kenapa tatapan seniornya itu selalu memandang rendah dirinya. Seharusnya Anita berpikir, dirinya tidak boleh direndahkan seperti ini lagi.

"Dengar yah kakak senior, yang katanya paling pintar itu. Gue itu gak bodoh dan gue bakal buktiin itu dengan menyelesaikan misi ini!" Sunggutnya yakin. 

"Gue tunggu. Tali gue dagu lo bisa nyelesain misi ini." Dina menyunggingkan senyum miringnya pada Anita.

Anita memandang marah, Dina. Dirinya sudah tidak tahan, dia sudah sangat ingin menyiram muka seniornya itu dengan kopi panas yang sedang diminumnya. Namun Anita tidak melakukannya. Melainkan, wanita berpakaian sexy itu memilih pergi dari sana. Tak lupa sebelum pergi, dia mengambil blue card yang berada diatas meja.

Sayup-sayup Anita mendengar suara Dina yang melengking dari arah meja sana. "Dah Anita, jangan lupa yah jam 8 malemnya."

Bisa-bisa wanita jelek itu tertawa saat ia pergi. Awas saja, jika ia dipromosikan setelah berhasil menyelesaikan misi ini. Anita akan menurunkan harga diri dan kepintaran cewek itu.

***

Anita menyerahkan blue card-nya kepada penjaga yang bertugas di depan pintu klub Canadian itu. Setelah diperbolehkan masuk, dia pun mengucapkan terimakasih. Ketika Anita sudah berada didalam, suasana didalam klub sangat ramai. Suara musik DJ pun mengalun hebat ditelinga Anita. Jika sedang tidak melakukan misi, sudah pasti Anita bersenang-senang ditempat ini.

Dia sangat ingin menjadi di Dance Floor itu, dan sepertinya duduk di bar sambil minum-minum sangat bagus. Namun lagi-lagi Anita hanya bisa menggigit jari, ketika melihat apa yang di inginkan nya hanya bisa dilakukan orang lain. 

Semakin dalam Anita masuk. Dia bisa melihat tangga menuju lantai dua klub ini. Katanya tamu VIP berada di lantai dua, itu berarti ketua mafia itu berada dilantai atas. Tanpa pikir panjang, Anita pun segera menaiki tangga tersebut.

Anita mengedarkan pandangannya ketika sudah berada dilantai dua. Banyak ruangan yang bertulisan VIP diatas sana. Sekarang Anita bingung, harus masuk pintu mana untuk bertemu dengan ketua mafia itu.

Namun saat Anita sedang melamunkan tentang hal itu, tiba-tiba seseorang menggandeng tangannya.

"Lo, Anita kan?" Tanya wanita itu sembari mengajak Anita untuk berjalan.

Anita menatap heran wanita itu.

"Gue dibayar Dina buat bawa lo ketempat itu."

Anita mengernyitkan dahinya bingung. "Dina?" Tanya Anita.l

Memandang wanita yang berada disampingnya. Anita tidak menyangka seniornya itu membantunya sampai sejauh ini. Apakah Dina melakukan ini tidak mempercayainya?

"Gak usah banyak tanyak, mendingan lo masuk."

Entah sudah berapa lama mereka berhenti didepan pintu VIP, yang jelas Anita dapat melihat ruangan VIP itu tepat dihadapannya saat ini.

"Dina bilang lo harus pura-pura jadi wanita penghibur didalam, dengan begitu lo bisa buat cowok itu mabuk dan bilang apa yang lo mau sebenarnya."

Anita mendengar perkataan cewek itu dengan jelas. "Jadi, Dina yang ngutus lo?" Tanya Anita tidak suka.

"Iyah." Jawab wanita itu mengangguk.

"Bilang sama dia, kalau gue nerima bantuan ini bukan karna gue gak mampu. Tapi gue terpaksa." Setelah mengatakan hal itu, Anita membuka pintu VIP namun segera ia urungkan karena ingin mengatakan sesuatu lagi pada wanita itu.

"Pastiin lo bilang sama dia!" Setelah mengatakan hal itu Anita pun menutup pintu tersebut dengan sedikit keras.

***

Anita masuk keruangan VIP tersebut. Didalam sana, cahaya lampu terlihat remang-remang. Pandangan Anita tidak begitu jelas. Kenapa lampunya tidak dinyalakan? Aneh sekali. Semakin jauh Anita berjalan, ia tidak merasakan kehadiran seseorang pun disana. Anita pikir ia akan menyalakan lampu terlebih dulu agar tahu, disini ada orang atau tidak.

Saat berjalan ke arah saklar lampu, Anita terkaget ketika seseorang berbisik  dibelakangnya.

"Siapa kau?" Tanya suara berat itu dengan nada menyeramkan.

Seketika badan Anita menegang, matanya bergerak gelisah.

Apa yang harus ia katakan. Suaranya begitu menyeramkan hingga bulu kuduknya merinding. Mungkinkah itu ketua mafia yang dia cari?

"Siapa kau?!" Tanya pria itu kembali menggertak Anita.

Anita teringat ucapan wanita yang mengantarkannya kemari. Wanita itu menyuruhnya untuk menjadi wanita penghibur disini. Yah! Ia harus melakukannya.

Anita berbalik lalu menunjukkan senyum palsunya. "Tentu saja aku baby, kau tidak mengenaliku?" Anita bertanya dengan nada manjanya.

"Brengsek! Sudah ku katakan aku tidak butuh jalang sepertimu! Sih tua itu, seharusnya aku bunuh saja dia!"

Mendengar suaranya yang melengking keras, pria itu sudah jelas sangat marah. Ruangan yang minim cahaya membuat Anita tidak bisa mengelak wajah asli ketua mafia itu. Sial! Padahal Anita membutuhkan bukti itu.

"Dengar, kau pergi dari sini atau aku ku seret keluar!" Pria itu kembali mengeluarkan nada suaranya yang menyeramkan kepada Anita sebagai ancaman untuk dari sana secepatnya.

"Tidak bisa!!" Anita menolak dengan suara tinggi. Anita tersadar. "Maksudku.. kita belum bersenang-senang kan baby?" Anita segera menurunkan nada suaranya. Ia tidak bole h pergi dari sini, ia harus mendapatkan informasi tentang pria ini secepatnya.

"Apakah kau tidak mau bersenang-senang denganku, baby?" Anita kemudian mengeluarkan nada manjanya lagi pada pria itu. Ia yakin dirinya sendiri sudah seperti wanita penghibur kelas kakap.

"Kau ingin bersenang-senang denganku?" Tanya pria itu sinis.

"Tentu saja, akh--." Diluar ekspektasi, Anita merasakan lehernya dicekik oleh pria itu tiba-tiba.

"Sudah kubilang, pergi dari sini dan kau tidak mendengarkan ku!!" Pria itu semakin mengeratkan cekikannya dileher Anita.

"Lee.. epaskan!" Anita kesulitan bernafas. Berulangkali ia menyingkirkan tangan pria itu dari lehernya.

***